Oleh: yan imaka | April 14, 2008

Sengsara Yesus

Sekedar usul, karena sekarang kaum Nasrani sedang merayakan Paskah, >dapatkah saudara-saudara mengirimkan artikel yang berhubungan dengan >wafatnya Isa Al Masih?

————————- Terima kasih banyak atas usulnya. Kebetulan sekali saya mempunyai cerita kisah sengsara Yesus sewaktu Ia disalibkan. Ini bukan dari Injil melainkan dari pesan lokusi (suara batin) yang diberikan Tuhan Yesus sendiri kepada Vassula Ryden, salah seorang hamba-Nya. Bagus sekali untuk direnungkan dalam meditasi…

Saya mengutipnya dari buku kumpulan pesan-pesan Tuhan Yesus kepada Vassula Ryden yang berjudul “Hidup Sejati Dalam Allah” (judul asli “True Life in God”) jilid pertama. Mungkin bagi rekan-rekan yang non-Katolik hal semacam ini agak aneh, tetapi sebenarnya di dalam sejarah Gereja Katolik ada banyak sekali Santa dan Santo yang mendapat karunia khusus mengetahui/merasakan langsung proses Sengsara Salib dari Tuhan sendiri. Dalam beberapa kasus mereka mengalami stigmata seperti pada St. Fransiskus Asisi, Padre Pio, dll. Dalam kasus lain mengalami kematian Tuhan Yesus di kayu salib seperti yang dialami oleh Teresa Newmann. Sedangkan dalam kasus Vassula Ryden, pesan lokusi jalannya Sengsara Salib. pesan tgl. 9-11-86 —————— (YK = Yesus Kristus ; VR = Vassula Ryden) YK: Damai sertamu. Aku disini. Aku adalah Yesus Kristus. Aku dihadapanmu. Akulah Gurumu dan Aku mengasihi engkau. Si jahat telah dikalahkan ketika Aku mengorbankan diri-Ku. Jangan kalian tertidur, sebab Aku segera akan bersamamu. Aku adalah Sang Wahyu. Aku punya amanat yang akan berbicara. Vassula, bicaralah kepada-Ku tentang penyaliban-Ku. VR: Apa yang harus kukatakan? Haruskah aku berpikir sebelumnya atau pada waktu aku berbicara? YK: Sebelumnya. VR: (Yesus memberi aku gambaran tentang penderaan-Nya) YK: Setelah Aku didera, mereka meludahi Aku dan berkali-kali memukuli kepala-Ku dengan keras, sehingga Aku pusing. Mereka menendang perut-Ku, sehingga nafas-Ku terengah-engah, dan Aku terjatuh ke atas tanah, sambil merintih kesakitan. Mereka menjadikan Aku mainan dengan menyepak Aku secara bergilir. Aku tidak dapat dikenali lagi. Tubuh-Ku hancur, demikian pula hati-Ku. Daging-Ku yang sudah terkoyak-koyak itu, bergantungan pada seluruh badan-Ku. Salah seorang dari mereka mengangkat Aku dan menyeret Aku, sebab kaki-Ku tidak sanggup lagi menopang Aku. Lalu mereka mengenakan pada-Ku alah satu jubah mereka, mendorong Aku ke depan, dan sambil mengulangi pukulan-pukulan, mereka menampar muka-Ku, mematahkan hidung-Ku, dan mengganggu Aku. Aku mendengarkan kata-kata penghinaan mereka, hai putri. Betapa penuh kebencian dan ejekan suara mereka bergema, sambil menambah isi piala-Ku. Aku mendengar mereka berkata, ‘Dimanakah berkumpul para sahabatmu pada saat raja mereka bersama kita? Apakah semua orang Yahudi memang pengkhianat seperti mereka itu? Lihatlah raja mereka!’ Dan mereka menobatkan Aku dengan mahkota duri, hai putri. ‘Dimanakah orang Yahudimu untuk mengelukan engkau? Engkau adalah raja, bukan? Dapatkah engkau memainkan peranan raja? Tertawalah! jangan menangis. Engkau adalah raja, bukan? Maka bersikaplah sebagai raja’ Mereka mengikat kaki-Ku dengan tali dan menyuruh Aku berjalan ke tempat di mana Salib-Ku sudah tersedia. Putri, Aku tidak sanggup berjalan karena mereka mengikat kaki-Ku. Maka mereka mencampakkan Aku ke tanah dan sambil menarik rambut-Ku, mereka menyeret Aku ke arah Salib-Ku. Sakit-Ku tidak tertahankan. Bagian-bagian tubuh-Ku yang bergantungan akibat penderaan, tersobek-sobek. Mereka melonggarkan tali kaki-Ku dan menyepak Aku, supaya Aku bangun dan mengambil kuk-Ku ke atas pundak-Ku. Aku tidak bisa melihat di mana Salib-Ku, sebab duri-duri yang tertancap dalam kepala-Ku membanjiri mata-Ku dengan darah yang mencoreng wajah-Ku. Maka mereka mengangkat Salib-Ku dan menaruhnya di atas pundak-Ku sambil mendorong Aku menuju pintu gerbang. Putri, betapa beratnya Salib-Ku yang harus Kupikul! Sambil meraba-raba Aku menghampiri pintu gerbang, dituntun dari belakang oleh cambuk. Aku coba melihat jalan-Ku lewat darah-Ku yang memedihkan mata-Ku. Lalu Aku merasa ada seorang wanita yang mengusap wajah-Ku. Wanita-wanita yang tercekam ketakutan mendekati Aku untuk membasuh wajah-Ku yang bengkak. Aku merasakan mereka. ‘Diberkatilah kalian!’, demikian Kukatakan. ‘Darah-Ku akan mencuci bersih semua dosa umat manusia. Hai putri-putri, lihatlah, saat penyelamatanmu sudah tiba.’ Dengan susah payah Kuseret badan-Ku. Khalayak ramai menggila. Aku tidak melihat seorang temanpun di sekeliling-Ku. Tidak ada seorangpun untuk menghibur Aku. Sakratul maut-Ku tampaknya semakin dahsyat, dan Aku terjatuh ke tanah. Karena khawatir bahwa Aku akan mati sebelum disalibkan, para serdadu memerintahkan seorang pria bernama Simon untuk memikul Salib-Ku. Putri, ini bukan tindakan kebajikan atau iba, melainkan usaha mengamankan Aku, supaya Aku dapat disalibkan. Setibanya di gunung, mereka melemparkan Aku ke tanah. Mereka menanggalkan pakaian-Ku, dan membiarkan Aku telanjang, menjadi tontonan bagi semua orang. Luka-luka-Ku terbuka lagi dan darah-Ku bercucuran ke tanah. Para serdadu menawarkan kepada-Ku anggur tercampur empedu. Aku menolaknya, sebab batin-Ku sudah terisi penuh dengan kepahitan yang diberikan kepada para musuh-Ku. Mereka cepat-cepat memaku pergelangan tangan-Ku dulu. Setelah menancapkan Aku dengan paku pada kayu Salib-Ku, mereka merentangkan tubuh-Ku yang hancur dan secara kasar menembus telapak kaki-Ku. Putri, o putri-Ku, betapa sakitnya, betapa besarnya derita! Betapa jiwa-Ku tersiksa! Aku ditinggalkan oleh mereka yang Kukasihi, Aku disangkal oleh Petrus yang Kujadikan landasan bagi Gereja-Ku, diingkari para sahabat-Ku yang lain, ditinggal seorang diri, dibiarkan bagi para musuh-Ku. Aku menangis, sebab Jiwa-Ku penuh dukacita. Para serdadu menegakkan Salib-Ku dan menancapkannya di dalam lubang tanah. Aku memandang khalayak ramai dari tempat Aku berada, dan hampir tidak melihat apa-apa karena mata-Ku bengkak. Aku mengamati dunia. Aku tidak melihat seorang temanpun diantara mereka yang mengolok-olok Aku. Tidak ada seorangpun di situ untuk menghibur Aku. ‘Allah-Ku! Ya, Allah-Ku! Mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ Aku ditinggalkan semua orang yang mengasihi Aku. Mata-Ku menatap Ibu-Ku. Aku memandanginya dan kedua hati kami berbicara. ‘Aku mempercayakan kepadamu anak-anak-Ku yang terkasih, supaya mereka juga menjadi anak-anakmu. Hendaklah engkau menjadi Ibu mereka.’ Semuanya sudah digenapi, keselamatan sudah dekat. Aku melihat surga terbuka dan masing-masing malaikat berdiri tegak. Semua berdiri dalam keheningan. ‘Bapa, ke dalam Tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku. Sekarang Aku beserta-Mu.’ Aku, Yesus Kristus, telah mendiktekan kepadamu gambaran sakratul maut-Ku. Pikullah Salib-Ku, Vassula, pikullah salib itu demi Aku. Salib-Ku menyerukan Damai dan Kasih. Aku akan menunjukkan kepadamu Jalannya, sebab Aku mengasihi engkau, putri.


Tanggapan

  1. duch yan lo bisa sampai tau sengsara tuhan lo…gw ga tau mau comment pa lagi,,bagus dech buat kategori lo

  2. ooooohhh…………..

  3. Wah,bqz bqtz. .
    Sunggh sedh crt’y. .Sunggh mengugah hati ku. . .
    Aq tdk bz mengatakn ap2. .
    Sunggh membuka mata hati ku.


Tinggalkan komentar

Kategori